Pertama Kali Bertemu
Diriku ini merupakan seorang penakut, terlebih lagi jika sudah menyebut yang namanya hantu, apapun itu jenis hantunya.
Ditinggal dirumah seorang diri, semua pintu yang memiliki akses kehalaman saya buka. Bodo amat saja jika ada nyamuk yang masuk, yang penting jika ada hantu ataupun suara yang mencurigakan saya bisa langsung lari ke halaman, jika perlu aku berteriak minta tolong.
Waktu itu kalau tidak salah tahun 2000, ketika usiaku masih 16 tahun.
Kamu dirumah saja. Jangan pergi ke mana-mana. Semua pintu ditutup, dikunci. Takutnya nanti ada maling. Mama sama papa ingin keluar sebentar dengan adek, ucap mama.
Saya hanya menjawab" hmmm"
Selama diriku sendirian dirumah, saya hanya menonton TV saja. Kebetulan om saya juga masih belum pulang dari kuliah, padahal jam sudah menunjukkan pukul 19:30. Lama kelamaan pun akhirnya menjadi bosan, hanya menonton TV dan tidak ada orang dirumah. Akhirnya saya pun mencoba untuk menelpon teman saya menggunakan telepon rumah.
Ketika aku mengubah posisi dudukku supaya menjadi lebih enak untuk memegang horn telepon, tiba-tiba saja mata ku melihat dengan sendirinya ada sosok bapak-bapak yang mungkin usianya kurang lebih sekitar 40tahunan, mengenakan jubah berwarna putih. Dia terlihat berjalan didalam kamar saya melalui arah dinding yang menuju ke jendela didepan kamar.
Wajahnya terlihat sedang tersenyum namun sebenarnya dia tidak melihat ke arahku. Tidak hanya sekali saja, namun dia berjalan kembali hingga akhirnya hilang di dinding tersebut.
Darah saya pun rasanya langsung naik ke atas kepala. Seluruh badanku juga rasanya sangat panas. Rasa takut pun muncul, ingin teriak namun bibir juga terasa begitu kaku. Ingin jalan keteras yang ada didepan rumah saja tidak bisa, pantat ini seperti telah menempel dikursi. Akhirnya aku hanya bisa duduk sambil menikmati rasa takut yang belum pernah kualami.
Setelah diriku mulai terkendali, saya pun berpikir mengapa wajah yang tadi kulihat seperti tidak asing bagiku..... Wajahnya begitu mirip dengan Pakdhe Suni". Beliau merupakan tetangga saya. Rumah kami hanya berbeda satu blok saja.
Setelah dua minggu kemudian, kami sekeluarga akhirnya pindah ke rumah baru. Walaupun kami telah meninggalkan rumah, namun aku dengan mamaku masih sering untuk bermain dirumah tetangga yang dulu.
Setelah satu bulan kami pindah, kami mendapatkan kabar duka dari tetangga lama kami. Kami mendapatkan kabar jika Pakdhe Suni telah meninggal dunia, Kami akhirnya langsung datang untuk melayat ke rumah duka. Setelah kami selesai melayat dari rumah duka, kami pun mampir ke rumah tetangga kami yang lama yang letaknya berada persis saja di depan rumah duka tersebut.
Fit, hari itu ketika aku lewat didepan rumahmu. Lampunya semua mati. Namun yang anehnya aku dapat melihat ada seseorang yang sedang duduk di depan rumahmu, memakai jubah yang berwarna putih. Ssstttt. wajahnya sangat mirip dengan Pakdhe Suni, ketika Mbak Nuzul bercerita kepada saya.
Saya hanya bisa diam. " Kok sama dengan apa yang saya pernah alami pada dua minggu sebelum aku dan keluargaku memutuskan untuk pindah rumah? Ucap saya dalam hati.
Apakah mungkin pada saat itu saya melihat Pakdhe Suni berada dikamar saya lalu menghilang di dinding dan sudah menjadi mayat? Seperti yang telah dikatakan oleh orang-orang jika empat puluh hari ataupun lebih sebelum orang tersebut meninggal, sebenarnya orang tersebut telah menjadi sebuah mayat.
Atau memang Pakdhe Suni hanya ingin berpamitan dengan kami, para tetangganya?
Sejak peristiwa pertemuan tersebut, akhirnya saya pun menjadi lebih peka terhadap persaan ini.
Post a Comment